Meski Jumlah Guru Besar Hanya 2.6 Persen, tapi Minta Stop Beri Gelar Profesor Lewat Jalan Pintas

- 27 Juni 2024, 14:50 WIB
Rektor Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia (Unibi) Prof. Dr. Ir. Bob Foster, MM saat menjadi keynote speaker pada seminar “Strategi dan Akselerasi Peroleh Guru Jabatan Guru Besar” yang diselenggarakan Forum Komunikasi Dekan/Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik PTS se-Indonesia
Rektor Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia (Unibi) Prof. Dr. Ir. Bob Foster, MM saat menjadi keynote speaker pada seminar “Strategi dan Akselerasi Peroleh Guru Jabatan Guru Besar” yang diselenggarakan Forum Komunikasi Dekan/Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik PTS se-Indonesia /Istimewa /

JURNAL SOREANG -Jumlah guru besar di Indonesiapada tahun 2022 hanya mencapai 2.61% dari jumlah total dosen sebanyak 326,6 ribu.

Jumlah ini menunjukkan  rasio jabatan guru besar dengan dosen di Indonesia masih sangat rendah.

Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia (Unibi) Prof. Dr. Ir. Bob Foster, MM saat menjadi keynote speaker pada seminar “Strategi dan Akselerasi Peroleh Guru Jabatan Guru Besar” yang diselenggarakan Forum Komunikasi Dekan/Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik PTS se-Indonesia (FK-DKISIP) dengan Unibi selaku tuan rumah penyelenggara, di Aula Unibi, Jln. Soekarno Hatta, Bandung, Kamis 27 Juni 2024.

 

Rektor Unibi mengatakan, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan khususnya bagi peningkatan kualitas dosen, diperlukan wujud nyata dan komitmen semua pihak.

Pemerintah dengan regulasinya, penyelenggara pendidikan dengan dukungannya, dan dari dosen itu sendiri yang harus mempunyai perjuangan sangat tinggi.

“Jabatan guru besar itu, bukan hanya menyangkut kepentingan pribadi dosen, tetapi menyangkut competitivenesse dalam memajukan bangsa,” ujarnya.

Baca Juga: Ingin Sukses Memburu Sponsorship? Ternyata Triknya Mudah Seperti yang Mengemuka dalam Kuliah Umum di Unibi

Rektor sangat mendukung forum-forum seminar seperti yang diselenggarakan FK-DKISIP. Sebab menurutnya, forum seperti ini diharapkan menjadi wadah tempat ebrtukar pikiran, berbagi pengetahuan, dan mengembangkan ide-ide inovatif yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, menjadi pemacu semangat juang seluruh dosen untuk melaksanakan akselerasi jabatan tertinggi yaitu guru besar.

“Saya mengajak Anda semua untuk mengambil peluang yang disediakan oleh seminar ini. Jadikanlah ini sebagai momentum untuk meningkatkan motivasi bagi kita semua,” ujar Rektor yang kali ini menjadi tuan rumah penyelenggaraan seminar.

 Seminar yang dibuka oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat FK-DKISIP Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA ini, menghadirkan 6 profesor yaitu Prof. Dr. Makmun Murod Al Barbary (Rektor Universitas Muhammadyah Jakarta), Prof. Dr. Rini Werdiningsih, MS (Dekan Fisip Universitas 17 Agustus 1945), Prof. Dr. Evi Satispi, MSI (Dekan Fisip Univertas Muhammadiyah Jakarta), Prof. Dr. Zainal A Rengifurwarin, Msi (Ketua STIA Lazka Ambon), Prof. Dr. Agus Subagyo, SIP, MSI (Dekan Fisip-Warek I Unjani), dan Prof. Dr. Hj. Andi Cahaya, Dra, MSI (Rektor Universitas Cahaya Prima Bone) dan diikuti pesertas seminar secara hybrid.

Prof Samugyo dalam sambutan pembukaannya mengingatkan, setiap segala sesuatu itu pasti berubah, tidak pernah ada yang stagnan.

Manusia perlu melakukan perbaikan-perbaikan dari setiap kekurangan yang sudah terjadi di masa lalu. Bukan justru menghancurkannya. Manusia perlu melaksukan transformasi dalam menghadapi perubahan dan transformasi itu harus sustainable.

Baca Juga: Kemendikbudristek Pertahankan Opini WTP, Sebanyak 11 kali Secara Berturut-turut, Begini Tanggapan Mas Menteri

Demikian juga dengan jabatan guru besar. Jabatan guru besar, bukan hasil sendiri tetapi ada campur tangan para fihak sehingga seorang guru besar adalah seorang begawan tempat bertanya yang harus selalu menjunjung etika.

“Sebab kalau rektor itu bisa hanya beberapa tahun, tapi kalau profesor atau guru besar itu sepanjang hayat,” jelasnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Zainal A Rengifurwarin, MSI dari Ambon, menggarisbawahi tentang sulitnya para dosen di Indonesia bagian timur dalam mengakses informasi dari Kemendikbudristek yang berkaitan dengan kepangkatan guru besar. Menurutnyam haringan internet menjadi kendala utama.

 

Dia berharap, pemerintah untuk memperbaiki secara serius perihal akses ini. “Kami sedang melakukan upload-upload persyaratan, tiba-tiba mati. Ini sangat menyulitkan bagi kami,” ujarnya.

Prof Zainal juga dengan nada keras mengecam cara-cara pemberian gelar guru besra kepada kepada para pihak yang dilakukan dengan jalan pintas.

Menurutnya, jabatan guru besar yang diperjuangkan para dosen itu sangat “berdarah-darah” sedangkan pihak lain dengan mudahnya mendapatkan gelar serupa.

 

“Ini sangat tidak adil, kami mengharapkan keadilan. Jadi stop, jangan berikan lagi gelar profesor secara serampangan kepada orang-orang yang tidak berjuang untuk itu,” pungkasnya. ***

Editor: Sarnapi


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah